Kamis, 15 April 2010

Insight on Introduction to Marketing Research Series

Riset Kuantitatif atau Riset Kualitatif

Salah satu fakta terbantahkan dalam ranah marketing research adalah "persaingan" tajam antara riset kuantitatif dan riset kualitatif. Kompetisi yang begitu ketat ini akhirnya membuat salah satu paradigma riset menjadi "terkesan" unggul sementara paradigma yang lain menjadi "pecundang". Mungkin pernyataan diatas terlalu berlebihan. Namun saya belum menemukan padanan kalimat yang cukup komprehensif menggambarkan betapa kedua paradigma ini memang demikian tajamnya berkompetisi satu dengan yang lain.

Di Indonesia sendiri, kondisi diatas merupakan hal yang tidak terhindarkan. Kian ironis karena banyak akademisi yang mengklaim keunggulan salah satu paradigma nya relatif terhadap paradigma yang lain. Mungkin pernyataan yang objektif adalah riset kuantitatif lebih diunggulkan dibanding riset kualitatif. Benarkah demikian? Kedua pendekatan riset diatas idealnya adalah untuk saling melengkapi bukan untuk mengklaim yang terbaik diantara keduanya.

Ada baiknya kita melihat lebih dekat kedua pendekatan riset tersebut. Secara fundamental, riset adalah kegiatan mengumpulkan informasi yang bertujuan mengembangkan pemahaman yang telah ada (existing knowledge). Dalam tataran praktis, riset ditujukan untuk pengambilan keputusan. Untuk menghasilkan keputusan yang tepat, maka metode dalam mengumpulkan informasi tersebut haruslah memenuhi kaidah riset, seperti dilakukan secara sistematis, teruji kehandalan (reliability) dan kesahihannya (validity), dan memiliki metodologi baku yang secara prosedural memenuhi kriteria logika dan asumsi yang tepat. Hal ini kemudian akan membantu dalam merumuskan permasalahan riset (research problem) secara presisi.

Dalam riset kuantitatif, untuk menjawab permasalahan riset peneliti harus menggunakan sejumlah teori yang kemudian dioperasionalisasikan dalam dalam prosedur statistik. Akhirnya, temuan kuantitatif ini akan menjadi pertimbangan apakah temuan ini dapat disamaratakan (generalized) bagi teori yang tersebut. Di sisi lain, riset kualitatif mengandalkan paparan deskriptif untuk menguraikan kondisi aktual objek yang dikaji. Hasilnya adalah narasi terperinci yang bersifat kontekstual.

Permasalahan muncul ketika riset kualitatif dianggap kurang handal karena tidak mampu memenuhi kaidah generalisability seperti halnya riset kuantitatif. Dalam riset kualitatif, tujuan melakukan riset adalah untuk memahami, lebih mendalami insight objek dalam kondisi tertentu. Output dari riset kualitatif ini bersifat kontekstual, artinya temuan riset hanya berlaku untuk objek yang dikaji dan pada kondisi tersebut saja. Kemudian, riset kualitatif dianggap kurang berkelas karena tidak menggunakan metode statistika rumit. Sudah menjadi rahasia umum, jika paradigma riset, termasuk di Indonesia, di dominasi oleh paradigma kuantitatif. Istilahnya, kita belum melakukan riset kalau belum menggunakan teknik-teknik statistika.

Sebenarnya, penggunaan metode riset harus disesuaikan dengan kebutuhan. Disini, judgment ability peneliti sangat penting. Misalnya, kita ingin mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang telah diberikan. Maka lebih baik menggunakan teknik kuantitatif dengan kuesioner terstruktur. Sehingga dibutuhkan jumlah sampel yang cukup besar sehingga dapat mewakili populasi. Namun, ketika kita ingin mengetahui pengalaman pelanggan terhadap pelayanan, seperti kekesalan ketika keberangkatan pesawat terbang tertunda, meja makan yang kotor ketika makan di restoran, atau pengalaman buruk ketika bertemu dengan pelanggan lain yang menggunakan jasa yang sama, akan lebih baik menggunakan pendekatan kualitatif.

Dalam spektrum yang lebih luas, kedua pendekatan riset dapat digunakan secara bersamaan. Misalnya, untuk menentukan atribut-atribut relevan yang menentukan kepuasan, dapat diperoleh dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) atau In Depth Interview. Atribut-atribut ini kemudian dielaborasi dalam kuesioner tertruktur dan diproses dengan prosedur statistika. Jadi kedua pendekatan riset ini dapat digunakan secara kolaboratif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar