Rabu, 21 April 2010

Insight on Quantitative Marketing Research Series

It Can Work Together : A Case Study of Applying HCA and KMCA Simultaneously

Dalam tulisan saya sebelumnya, saya sedikit me-review aplikasi dan prosedur teknis dalam mengeksekusi pendekatan Hierarchical Cluster Analysis (HCA) dan K Means Cluster Analysis (KMCA) dalam riset segmentasi. Dalam tulisan ini, saya ingin mengkaji lebih mendalam dari sisi praktis bagaimana mengimplementasikan kedua pendekatan tersebut. Dalam tulisan saya terdahulu, telah dijelaskan bahwa minimum requirement sampel untuk HCA dan KMCA adalah 200 unit dan lebih dari 200 unit. Namun, "kabar baiknya" kedua pendekatan ini dapat digunakan secara bersamaan.

Hal ini bermanfaat untuk memperoleh kombinasi terbaik atas jumlah segmen ideal. Contohnya adalah riset yang dilakukan Fathi (2008) yang berjudul "Segmentation of Shoppers Mall in Bandung Based On Mall Attractiveness Approach". Riset ini dilakukan terhadap 247 responden di Bandung. Adapun model yang digunakan adalah dengan mengadopsi konstruk Mall Attractiveness Approach. Riset ini menggunakan pendekatan Cluster Analysis (CA). Selanjutnya digunakan KMCA yang didahului oleh aplikasi HCA.

Pertama dilakukan HCA, dengan menggunakan analisis koefisien aglomerasi (agglomeration coefficients). Analisis ini digunakan untuk memberikan panduan dalam menentukan jumlah klaster yang tepat untuk dilakukan analisis selanjutnya. Norusis dalam El-Adly (2007) menyarankan untuk melakukan penghentian proses aglomerasi (agglomeration process) ketika terjadi kenaikan angka dalam jumlah besar (large increase) pada dua tahap terdekat (two close steps).

Ketika terjadi kenaikan signifikan angka pada proses aglomerasi, maka akan teridentifikasi jumlah klaster yang dibutuhkan dalam melakukan analisis klaster. Tahap berikutnya adalah melakukan analisis dengan KMCA. Dengan metode ini akan diperoleh informasi yang sangat krusial, yaitu final cluster centers. Informasi ini berisi interaksi antara klaster dengan variabel penelitian.

Dalam penelitian ini, variabel penelitian ini diperoleh dari hasil operasionalisasi variabel dan menilai setiap dimensi dalam konstruk mall attractiveness. Dimensi dari setiap konstruk ini meliputi comfort, entertainment, diversity, mall essence, convenience dan luxury. Dengan demikian akan diperoleh bagaimana penilaian tingkat kepentingan pembelanja atas keenam dimensi tersebut.

Tahap terakhir adalah pemberian label (labelling) terhadap setiap klaster. Prosedur pemberian label ini adalah dengan melakukan penghitungan rata-rata (mean analysis) pada setiap dimensi. Dengan demikian akan terlihat setiap dimensi yang memiliki nilai rata-rata terbesar dan terkecil. Pemberian label juga mengkombinasikan antara data pengukuran (diperoleh dari konstruk mall attractiveness) dan data demografi responden seperti usia, profesi, dan juga frekuensi kunjungan mereka di mal.

Riset ini menggunakan kombinasi HCA dan KMCA. Metode yang pertama akan digunakan pada awal analisis untuk mengidentifikasi jumlah segmen pembelanja yang terbentuk. Sedangkan metode yang kedua digunakan untuk menganalisis 247 responden yang terlibat dalam penelitian ini dan membentuknya ke dalam segmen dalam jumlah tertentu yang sesuai dengan jumlah segmen yang teridentifikasi pada HCA.

Dalam metode HCA, identifikasi jumlah segmen yang terbentuk dilakukan dengan menggunakan metode Two Close Steps. Metode ini dilakukan dengan mengamati kenaikan nilai koefisien pada tabel Agglomeration Schedule. Tahap pertama dalam metode ini adalah dengan melibatkan 247 responden dan 22 atribut yang telah memenuhi kriteria pada tahap uji validitas.

Sesuai dengan argumen Norusis bahwa dalam menggunakan metode ini, peneliti disarankan untuk melakukan penghentian dalam mengamati kenaikan pada tabel jika terjadi kenaikan dalam jumlah signifikan antara dua stage terdekat dengan nilai coefficient yang besar (El-Adly, 2007). Hal ini juga dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini.

Cluster Combined Stage Cluster Appears

Stage Cluster 1 Cluster 2 Coefficients Cluster 1 Cluster 2 Next Stage

1 135 138 .000 0 0 5

2 136 137 .000 0 0 12

. . . . . . .

. . . . . . .

244 1 5 4549.843 239 243 245

245 1 14 4801.987 244 240 246

246 1 3 5412.000 245 242 0

Tabel Agglomeration Schedule

Pada tabel diatas, kita dapat mengidentifikasi jumlah segmen yang terbentuk. Cara kerja metode two close steps adalah dengan menghitung kenaikan koefisien pada tabel dari stage terbawah. Semakin jauh posisi stage dari posisi terbawah dan memiliki kenaikan koefisien terbesar, semakin banyak segmen yang akan terbentuk.

Pada tabel diatas, kita mengamati dari stage 246 yang merupakan stage terendah. Dengan mengamati kenaikan koefisien sebesar 610.013 (5412.000 –4801.987) maka peneliti menghentikan analisis karena angka kenaikan ini lebih besar dari kenaikan stage lainnya, yaitu stage 244 dan 245. Kenaikan dua stage tersebut jauh lebih kecil yaitu hanya 252.144 (4801.987 – 4549.843). Dengan demikian diketahui bahwa segmen yang terbentuk berjumlah dua segmen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar