Selasa, 20 April 2010

Insight on Marketing Strategy Series

Qwerty Model : A New Story of Handset One Million Users

Siapa yang tidak mengenal Blackberry (BB)? Handset cerdas (smartphones) ini begitu kuat daya pikatnya bagi konsumen Indonesia saat ini. Betapa tidak, tahun 2008 dan 2009 menjadi momentum kebangkitan BB. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pengguna BB. Bahkan 2008 dapat dikatakan sebagai honeymoon time karena pertumbuhan pengguna BB mencapai 2 digit.

Pertumbuhan pengguna BB ini tidak dapat dilepaskan dari kehadiran Social Media, seperti blogging, social networking, mailing list, dan forum community. Sebenarnya BB masuk di Indonesia semenjak 2004. Namun, tidak terlalu booming karena pada awalnya BB ditujukan untuk segmen korporat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa fitur BB yang merefleksikan kebutuhan segmen ini, seperti push email, internet connection dan berbagai aplikasi bisnis, sehingga memperkokoh identitas BB sebagai handset bisnis. Dampaknya bisa ditebak, pertumbuhan pengguna BB cukup datar jika tidak dapat dikatakan stagnan. Mulai 2006, BB mulai
bergeser menggarap segmen retail (konsumen individu) demi meningkatkan jumlah penggunanya.

Cukup jitu, karena mulai periode inilah mulai marak berbagai media social networking seperti Friendster. Namun, sejatinya BB mulai menemukan momentumnya pada 2008 karena di saat yang bersamaan gema Facebook (FB) mulai "menggelegar". Kehadiran BB sangat ditopang oleh banyaknya diskusi oleh pengguna FB yang membicarakan BB, mulai dari status penggunanya, memberikan komentar di status orang lain, hingga private chatting. Word of Mouth ini akhirnya meningkatkan curiosity konsumen Indonesia untuk mengenal BB lebih dekat.

Fenomena handset yang diproduksi oleh vendor Kanada, Research In Motion (RIM) memang menarik untuk dicermati. Dengan sistem open source dan licence, praktis operator telekomunikasi lokal "bertempur" dalam hal pelayanan konsumen. Pasalnya, dari sisi produk dan teknologi sepenuhnya dikemas oleh RIM. Demikian pula dengan device BB yang hanya dapat diperoleh melalui operator telekomunikasi yang menjadi rekanan bisnis RIM. Selain itu, BB juga ditujukan untuk segmen high-end yang memiliki daya beli yang tinggi.

Di sisi lain, BB memberikan windfall bagi vendor lokal untuk memasarkan merek-merek lokal seperti My-G, Vittel, atau IMO. Meskipun dari sisi produksi, proses pengerjaaan tidak dilakukan di Indonesia, tetap saja pasar menerima dengan antusias. Bagi konsumen yang tidak menjangkau harga BB, model handset Qwerty lokal merupakan solusinya. Sudah menjadi rahasia umum kalau karakteristik konsumen Indonesia kurang memahami teknologi pada handset. Dapat Anda perhatikan, berapa persen konsumen kita yang telah menggunakan semua fitur yang disediakan di handset mereka? Berapa persen pula responden yang membaca buku panduan (manual operation book) yang diberikan di kemasan handset yang dibelinya?

Sangat sedikit sekali jawabannya. Uniknya, konsumen kita lebih mementingkan gaya. Komponen non-fungsional ini menjadi determinan utama model-model handset Qwerty lokal. Dengan fasilitas aplikasi chatting (messenger), kamera, dan varian yang luas menjadi pilihan utama. Dan tentu saja, penekanan pada kemudahan aplikasi social networking seperti FB, Twitter, dan Friendster.

Menariknya, strategi ini mampu membuat pasar handset dalam negeri ber-euforia dan segera terjangkit "virus" Qwerty-Minded. Kondisi demikian membuat berbagai varian model handset lainnya seperti lesu. Lihatlah penjualan varian handset candybar, bar sliding, dan flip yang menukik cukup signifikan. Akhirnya, harga pada varian tersebut ikut menurun. Nasib lebih baik dialami oleh handset tipe touchscreen yang mampu mengimbangi kehadiran model Qwerty.

Menarik untuk dicermati bagaimana proliferasi varian Qwerty ini dalam dua tahun terakhir. Pergeseran selera konsumen membuat model lainnya nampak usang. Para vendor tentu saja berharap euforia Qwerty ini masih akan terus berlanjut demi mengeruk profit yang optimal. Jika kita berasumsi bahwa euforia ini masih akan berlanjut untuk waktu yang lebih lama, bisa dipastikan market acceptance lattitude atas model Qwerty ini akan semakin besar. Dan boleh jadi model ini akan menjadi "handset sejuta umat".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar